Total Tayangan Halaman

Jumat, 23 September 2011

air dan sarana air bersih

Pengertian Air
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan
satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya
tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O : satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar (Allafa, 2008).
Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa
jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut
universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan
dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam
bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-) (Allafa, 2008).
Selanjutnya yang dimaksud dengan air adalah air tawar yang tidak termasuk
salju dan es. Di Indonesia jumlah dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air
permukaan, dan air atmosfer, yang ketersediaannya sangat ditentukan oleh air atmosfer
atau sering dikenal dengan air hujan (Kusnoputranto, 2000).
2.2. Macam dan Sumber Air
Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum dapat
digunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air hujan
yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang berbahaya
bagi kesehatan. Sumber air yang dapat kita manfaatkan pada dasarnya digolongkan
sebagai berikut :
2.2.1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni yang ketika
turun dan melalui udara akan melalui benda-benda yang terdapat di udara, diantara
benda-benda yang terlarut dari udara tersebut adalah: gas O2, CO2, N2, juga zat-zat renik
dan debu.
Dalam keadaan murni, air hujan sangat bersih, tetapi setelah mencapai permukaan
bumi, air hujan tidak murni lagi karena ada pengotoran udara yang disebabkan oleh
pengotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai
sumber air minum hendaklah pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat
hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran (Sutrisno, 1996).
2.2.2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengaliran. Dibandingkan
dengan sumber lain air permukaan merupakan sumber air yang tercemar berat. Keadaan
ini terutama berlaku bagi tempat-tempat yang dekat dengan tempat tinggal penduduk.
Hampir semua air buangan dan sisa kegiatan manusia dilimpahkan kepada air atau dicuci
dengan air, dan pada waktunya akan dibuang ke dalam badan air permukaan. Disamping
manusia, flora dan fauna juga turut mengambil bagian dalam mengotori air permukaan,
misalnya batang-batang kayu, daun-daun, tinja dan lain-lain.
Jadi, dapat dipahami bahwa air permukaan merupakan badan air yang mudah
sekali dicemari terutama oleh kegiatan manusia. Oleh karena itu, mutu air permukaan
perlu mendapat perhatian yang seksama kalau air permukaan akan dipakai sebagai bahan
bakar air bersih. Yang termasuk ke dalam kelompok air permukaan adalah air yang
berasal dari sungai, rawa, parit, bendungan, danau, laut dan sebagainya (Kusnoputanto,
1983).
2.2.3. Air Tanah
Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap kedalam
tanah dan akan menjadi air tanah. Air tanah terbagi atas 3 yaitu (Sutrisno, 1996):
a. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air permukaan tanah, lumpur akan tertahan
demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih. Air tanah dangkal
akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber
air minum melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan
kuantitasnya kurang cukup dan tergantung pada musim.
b. Air Tanah Dalam
Terdapat pada lapisan rapat air pertama dan kedalaman 100-300 meter. Ditinjau
dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, sedangkan
kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh
perubahan musim
c. Mata Air
Mata air adalah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah, keluarnya air
tanah tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng- lereng gunung atau sepanjang
tepi sungai.
Berdasarkan munculnya kepermukaan air tanah terbagi atas 2 yaitu :
a. Mata air (graviti spring) yaitu air mengalir dengan gaya berat sendiri. Pada lapisan
tanah yang permukaan tanah yang tipis, air tanah tersebut menembus lalu keluar
sebagai mata air.
b. Mata air artesis berasal dari lapisan air yang dalam posisi tertekan. Air artesis
berusaha untuk menembus lapisan rapat air dan keluar ke permukaan bumi.
Ditinjau dari sudut kesehatan, ketiga macam air ini tidaklah selalu memenuhi
syarat kesehatan, karena ketiga-tiganya mempunyai kemungkinan untuk tercemar.
Embun, air hujan dan atau salju misalnya, yang berasal dari air angkasa, ketika turun ke
bumi dapat menyerap abu, gas, ataupun meteri-materi yang berbahaya lainnya. Demikian
pula air permukaan, karena dapat terkontaminasi dengan pelbagai zat-zat mineral ataupun
kimia yang mungkin membahayakan kesehatan (Azhar, 1990).
2.3. Sarana Air Bersih
2.3.1. Sumur
a. Sumur Gali
Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah
perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah.
Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari
 permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan.
Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia kakus/jamban dan
hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air
limbahnya yang tidak kedap air. Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun
dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan
pengambilan air dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi
yang baik, bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur
(Depkes RI, 1985).
Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi
dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas
kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak
kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1
meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL)
minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding)
sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang, 2000).
Sumur gali ada yang memakai pompa dan yang tidak memakai pompa. Syarat
konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur, bibir sumur, lantai
sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Sumur gali sehat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Entjang, 2000):
1) Syarat Lokasi atau Jarak
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage pit), dan
sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan serta
kemiringan tanah.
a) Lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir.
b) Jarak sumur minimal 15 meter dan lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti
kakus, kandang ternak, tempat sampah, dan sebagainya (Chandra, 2007).
2) Dinding Sumur Gali
a) Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali harus terbuat
dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut dimaksudkan agar tidak
terjadi perembesan air/pencemaran oleh bakteri dengan karakteristik habitat hidup
pada jarak tersebut. Selanjutnya pada kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya
terbuat dari pasangan batu bata tanpa semen, sebagai bidang perembesan dan
penguat dinding sumur (Entjang, 2000).
b) Pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus dibuat dari
tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang telah
tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada umumnya
tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut. Kira-kira 1,5 meter berikutnya ke
bawah, dinding ini tidak dibuat tembok yang tidak disemen, tujuannya lebih untuk
mencegah runtuhnya tanah (Azwar, 1995).
c) Dinding sumur bisa dibuat dari batu bata atau batu kali yang disemen. Akan tetapi
yang paling bagus adalah pipa beton. Pipa beton untuk sumur gali bertujuan untuk
menahan longsornya tanah dan mencegah pengotoran air sumur dari perembesan
permukaan tanah. Untuk sumur sehat, idealnya pipa beton dibuat sampai
kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Dalam keadaan seperti ini diharapkan
permukaan air sudah mencapai di atas dasar dari pipa beton. (Machfoedz 2004).
d) Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang mengandung
air cukup banyak walaupun pada musim kemarau (Entjang, 2000).
3) Bibir sumur gali
Untuk keperluan bibir sumur ini terdapat beberapa pendapat antara lain :
a) Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi minimal 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan (Entjang,
78).
b) Dinding sumur di atas permukaan tanah kira-kira 70 cm, atau lebih tinggi dari
permukaan air banjir, apabila daerah tersebut adalah daerah banjir (Machfoedz,
2004).
c) Dinding parapet merupakan dinding yang membatasi mulut sumur dan harus
dibuat setinggi 70-75 cm dari permukaan tanah. Dinding ini merupakan satu
kesatuan dengan dinding sumur (Chandra, 2007).
4) Lantai Sumur Gali
Beberapa pendapat konstruksi lantai sumur antara lain :
a) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m lebarnya dari dinding
sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah,
bentuknya bulat atau segi empat (Entjang, 2000).
b) Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring dengan
tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira 1,5 meter, agar
air permukaan tidak masuk (Azwar, 1995).
c) Lantai sumur kira-kira 20 cm dari permukaan tanah (Machfoedz, 2004).
5) Saluran Pembuangan Air Limbah
Saluran Pembuangan Air Limbah dari sekitar sumur menurut Entjang (2000),
dibuat dari tembok yang kedap air dan panjangnya sekurang-kurangnya 10 m.
Sedangkan pada sumur gali yang dilengkapi pompa, pada dasarnya pembuatannya
sama dengan sumur gali tanpa pompa, tapi air sumur diambil dengan mempergunakan
pompa. Kelebihan jenis sumur ini adalah kemungkinan untuk terjadinya pengotoran akan
lebih sedikit disebabkan kondisi sumur selalu tertutup.
Penentuan persyaratan dari sumur gali didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
1) Kemampuan hidup bakteri patogen selama 3 hari dan perjalanan air dalam tanah 3
meter/hari.
2) Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara vertical sedalam 3 meter.
3) Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara horizontal sejauh 1 meter.
4) Kemungkinan terjadinya kontaminasi pada saat sumur digunakan maupun sedang
tidak digunakan.
5) Kemungkinan runtuhnya tanah dinding sumur.
b. Sumur Bor
Dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih dalam ataupun lapisan
tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit dipengaruhi
kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara langsung
dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat diambil dengan pompa tangan
maupun pompa mesin (Depkes RI, 1985).
2.3.2. Perlindungan Mata Air
Perlindungan mata air adalah suatu bangunan penangkap mata air yang
menampung/menangkup air dari mata air. Walaupun mata air biasanya berasal dari air
tanah yang terlindung, ada kemungkinan terjadi kontaminasi pada tempat penangkapan
juga kontaminasi langsung terhadap mata air yang disebabkan oleh manusia atau
binatang, harus dicegah melalui bangunan perlindungan.
2.3.3. Penampungan Air Hujan
Penampungan air hujan untuk penyediaan air minum/air bersih biasanya
memanfaatkan suatu permukaan yang luas seperti atap rumah yang miring ke arah talang
yang menampung air hujan dan disalurkan ke dalam suatu tangki reservoir (PAH). Hujan
pertama biasanya membawa kotoran yang ada pada atap, sehingga tidak dialirkan ke
dalam tangki.
2.4. Peranan Air Bagi Kehidupan Manusia
Semua makhluk hidup memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan dasar
bagi kehidupan. Tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus
tanpa tersedianya air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak,
karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, yang
jumlahnya sekitar 73 % dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak (Azwar, 1990).
Tubuh manusia sebagian terdiri dari air, berkisar 50-70% dari seluruh berat
badan. Jika tubuh tidak cukup mendapat air atau kehilangan air hanya sekitar 5% dari
berat badan (pada anak besar dan dewasa) maka keadaan ini dapat menyebabkan
dehidrasi berat. Sedangkan kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat
menyebabkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minuman 1,5-2 liter air
sehari atau 2200 gram setiap harinya (Soemirat, 2000).
Kegunaan air bagi tubuh manusia antara lain untuk proses pencernaan,
metabolisme, mengangkat zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan suhu
tubuh dan menjaga tubuh jangan sampai kekeringan (Harini, 2007).
Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat
kualitas. Disamping itu harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya).
Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air
sebanyak 100 L/orang/hari. Angka tersebut misalnya untuk :
a. Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu : 20L/orang/hari
b. Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga : 45L/orang/hari
c. Masak, minum : 5L/orang/hari
d. Menggolontor kotoran : 20L/orang/hari
e. Mengepel, mencuci kendaraan : 10L/orang/hari
(Entjang, 1991).
Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari perkapita tidaklah sama untuk
tiap negara. Pada umumnya, dapat dikatakan pada negara-negara yang sudah maju,
jumlah pamakaian air per hari per kapita lebih besar dari dari pada negara berkembang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air sangatlah bervariasi sehingga rata-rata
pemakaian air per orang per hari berbeda untuk satu negara dengan negara lainnya, satu
kota dengan kota lainnya, satu desa dengan desa lainnya.
2.5. Peranan Air Dalam Penyebaran Penyakit
2.5.1. Penyakit Menular
Disamping air merupakan suatu bahan yang sangat dibutuhkan oleh manusia juga
dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan terhadap pemakainya karena
mengandung mineral atau zat-zat yang tidak sesuai untuk dikonsumsi sehingga air dapat
menjadi media penular penyakit. Didalam menularkan penyakit air berperan dalam empat
cara (Koesnoputranto 1983) :
a. Cara Water Borne
Kuman petogen dapat berada dalam air minum untuk manusia dan hewan. Bila air
yang mengandung kuman patogen ini terminum maka dapat menjadi penyakit pada yang
bersangkutan. Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung ini sering kali
dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau “Water Borne Disease”. Penyakit-penyakit
tersebut diantaranya : kholera, penyakit typhoid, penyakit hepatitis infeksiosa, penyakit
disentri basiler. Penyakit–penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba
penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk
kebutuhan sehari-hari.
b. Cara Water Washed
Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum alatalat
terutama alat-alat dapur, makan, dan kebersihan perorangan. Dengan terjaminnya
kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit-penyakit tertentu dapat
dikurangi pada manusia. Kelompok-kelompok penyakit ini banyak terdapat di daerah
tropis. Peranan terbesar air bersih dalam penularan cara water washed terutama berada di
bidang hygiene sanitasi. Mutu air yang diperlukan tidak seketat mutu air bersih untuk
diminum, yang lebih menentukan dalam hal ini adalah banyaknya air yang tersedia
c. Cara Water Bashed
Penyakit pada siklusnya memerlukan pejamu (host) perantara. Pejamu/perantara
ini hidup didalam air, contoh penyakit ini adalah penyakit schistosomiasis dan
dracunculus medinensis (guinea warm). Larva schistosomiasis hidup dalam keong-keong
air. Setelah waktunya, larva ini akan berubah bentuk menjadi cercaria dan menembus
kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut. Badan–badan air yang potensial
untuk menjangkitkan jenis penyakit ini adalah badan-badan air yang terdapat di alam
yang sering berhubungan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari seperti menangkap
ikan, mandi, cuci, dan sebagainya.
d. Water Rellated Vektor Disease (vektor-vektor insekta yang berhubungan dengan air)
Air merupakan tempat perindukan bagi beberapa macam insekta yang merupakan
vektor beberapa macam penyakit. Air yang merupakan salah satu unsur alam yang harus
ada di lingkungan manusia merupakan media yang baik bagi insekta untuk berkembang
biak. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh insekta ini adalah malaria, yellow
fever, dengue, onchocersiasis (river blindness). Nyamuk aedes aegypti yang merupakan
vektor penyakit dengue dapat berkembang biak dengan mudah bila pada lingkungan
terdapat tempat-tempat sementara untuk air bersih seperti gentong air, pot, dan
sebagainya.
2.5.2. Penyakit Tidak Menular
Selain penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kuman parasit akibat pencemaran
biologis, air juga dapat menimbulkan kerugian dan gangguan yang disebabkan oleh
bahan-bahan kimia atau zat radioaktif yang ada dalam air, terutama logam-logam berat
dan berbahaya (logam B3). Penyakit tidak menular yang disebabkan oleh bahan-bahan
kimia berbahaya tersebut sering menimbulkan gejala seperti seperti sakit pinggang dan
tulang rapuh yang diakibatkan oleh logam Mn (mangan), tekanan darah tinggi oleh
cadmium (Cd), kerusakan ginjal dan korosi pada besi.
Logam-logam B3 hasil buangan limbah industri telah menimbulkan kasus pada
beberapa daerah atau negara, misalnya keracunan air raksa (Hg) yang menyebabkan cacat
bawaan pada bayi yang dikenal sebagai penyakit minamata di Jepang, logam cadmium
(Cd) yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah diakibatkan oleh karena cadmium
mempengaruhi kinerja otot polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak
langsung lewat ginjal, bahkan kerusakan dan penghambatan kinerja sistem fisiologis
tubuh, kerja paru-paru, liver, kemandulan, serta imunitas juga syaraf dan kerapuhan pada
tulang. Air yang tercemar logam ini biasanya terasa pahit dan suhu serta pH yang sangat
tinggi (Effendi, 2007).
Besi (Fe) dan mangan (Mn) merupakan logam yang sering bersamaan
keberadaannya di alam maupun dalam air. Logam ini dibutuhkan dalam tubuh namun
dalam jumlah kecil. Kelebihan logam ini dalam tubuh dapat menimbulkan efek-efek
kesehatan seperti serangan jantung, gangguan pembuluh darah bahkan kanker hati.
Logam ini bersifat akumulatif terutama di organ penyaringan sehingga dapat megganggu
fungsi fisiologis tubuh. Nilai estetika juga dapat dirusak oleh keberadaan logam-logam
ini karena dapat menimbulkan bercak-bercak hitam pada pakaian. Air yang tercemar oleh
logam-logam ini biasanya nampak pada intensitas warna yang tinggi pada air, berwarna
kuning bahkan berwarna merah kecoklatan, dan terasa pahit atau masam (Wardhana,
2004).
Di daerah-daerah pertanian atau perkebuanan, pencemaran Nitrit (NO2) sering
terjadi pada air yang berasal dari sisa-sisa pupuk atau zat-zat organik yang digunakan. Zat
kimia ini dapat meracuni tubuh, dalam jumlah dan konsentrasi yang tinggi dapat
menimbulkan methaemoglobinamein yaitu perubahan Hb darah sehingga terjadi
pengurangan oksigen dalam darah dan menimbulkan gangguan pernafasan bahkan gagal
jantung. Selain itu, zat ini juga bersifat mutagen dan karsinogen dalam tubuh karena
bersifat sebagai penghambat enzim. Air yang tercemar NO2 ini ditandai dengan adanya
gumpalan-gumpalan zat-zat organik dalam air seperti butiran-butiran berwarna putih
(Wardhana, 2004).
Dan masih banyak lagi penyakit-penyakit tidak menular lain pada manusia yang
diakibatkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia berbahaya terutama logam B3 pada air
yang dikonsumsi oleh manusia. Zat-zat kimia ini sangat membahayakan kesehatan
mahkluk hidup yang mengkonsumsinya dan pada umumnya bersifat kronis.
2. 6. Kualitas Air
2.6.1. Standard Kualitas Air
Dengan adanya standard kualitas air, orang dapat mengukur kualitas dari berbagai
macam air. Setiap jenis air dapat diukur konsentrasi kandungan unsur yang tercantum
didalam standard kualitas, dengan demikian dapat diketahui syarat kualitasnya, dengan
kata lain standard kualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur.
Standard kualitas air bersih dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan
berdasarkan Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 yang biasanya dituangkan
dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan–persyaratan yang
harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit,
gangguan teknis, serta gangguan dalam segi estetika. Peraturan ini dibuat dengan maksud
bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka
pemeliharaan, perlindungan serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Dengan
peraturan ini telah diperoleh landasan hukum dan landasan teknis dalam hal pengawasan
kualitas air bersih.
Demikian pula halnya dengan air yang digunakan sebagai kebutuhan air bersih
sehari-hari, sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan
mempunyai suhu yang sesuai dengan standard yang ditetapkan sehingga menimbulkan
rasa nyaman. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi maka besar kemungkinan
air itu tidak sehat karena mengandung beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat
organis/biologis yang dapat mengubah warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Azwar,
1990).
Untuk standart kualitas air secara global dapat digunakan Standar Kualitas Air
WHO. Sebagai organisasi kesehatan internasional, WHO juga mengeluarkan peraturan
tentang syarat-syarat kulaitas air bersih yaitu meliputi kualitas fisik, kimia dan biologi.
Peraturan yang ditetapkan oleh WHO tersebut digunakan sebagai pedoman bagi negara
anggota. Namun demikian masing-masing negara anggota, dapat pula menetapkan syaratsyarat
kualitas air sesuai dengan kondisi negara tersebut.
2.6.2. Syarat Kualitas Air
a. Syarat Fisik
Peraturan menteri kesehatan RI Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan seharihari
adalah air yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum maupun
air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau,
tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Pada umunya syarat fisik ini diperhatikan
untuk estetika air. Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya sebagai berikut :
1) Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan
dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila
temperature sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ± 30C suhu udara
disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari
sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. Disamping itu, temperatur pada
air mempengaruhi secara langsung toksisitas banyaknya bahan kimia pencemar,
pertumbuhan mikroorganisme, dan virus. Temperature atau suhu air diukur dengan
menggunakan termometer air.
2) Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh
adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik,
serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan–bahan yang
menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat
meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa ini tergantung pada
reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak. Untuk standard air bersih sesuai
dengan Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan bahwa air bersih
tidak berbau dan tidak berasa .
3) Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor.
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan
organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi. Kekeruhan pada air
merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum,
mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam
usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 1991).
Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan
metode Turbidimeter. Untuk standard air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990, yaitu kekeruhan yang dianjurkan maksimum 25 NTU
(Depkes RI, 1995).
b. Syarat Kimia
Air bersih yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat
kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen
(As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Mangan ( Mn ), Derajat
keasaman (pH), Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam
air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI 416/MENKES/PER/IX/1990.
Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi
kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material
yang digunakan manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya netral yaitu tidak asam dan
tidak basa untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan. pH air
yang dianjurkan untuk air minum adalah 6,5–9. Air merupakan pelarut yang baik sekali
maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai elemen kimia
yang dilaluinya (Juli Soemirat, 2000).
c. Syarat Bakteriologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air angkasa,
air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat
dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyakit yang ditransmisikan melalui faecal
material dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa. Oleh karena itu air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri
golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri ini
merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen (Soemirat, 2000).
Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, bakteri coliform yang
memenuhi syarat untuk air bersih bukan perpipaan adalah < 50 MPN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar